Wednesday, May 31, 2017

50 TAHUN KA BIMA




Hai, gan !

Sudah genap 50 tahun Kereta Api Bima melayani masyarakat yang bepergian dari Jakarta - Surabaya dan sebaliknya. KA Bima merupakan kereta eksekutif pertama dan tertua di Indonesia yang menggunakan pendingin (air conditioner). KA Bima pertama kali memberangkatkan perjalanannya pada tanggal 1 Juni 1967, dengan rute Gambir (Jakarta) - Surabaya Gubeng.

KA Bima Memberangkatkan Perjalanan Pertama, 1 Juni 1967


















KA Bima memulai perjalanan perdana pada 1 Juni 1967

1 Juni 1967, merupakan hari bersejarah bagi kereta api relasi Jakarta - Surabaya ini. Kereta Api Bima, memberangkatkan perjalanan perdana (maiden voyage) pada tanggal tersebut. Nama KA ini diambil dari singkatan kata "Biru Malam", yakni kereta ini berwarna biru dan berjalan di waktu malam. Pada saat itu, KA Bima merupakan kereta malam dengan pelayanan yang mewah, menjadikannya sebagai kereta api papan atas Indonesia.

Pada awal pengoperasiannya, kereta ini membawa gerbong yang dilengkapi dengan kompartemen tidur, dan berjalan dimalam hari. Rute pertamanya melewati jalur utara, yakni Gambir - Cirebon - Semarang - Kedungjati - Solo Jebres - Madiun - Jombang - Surabaya. Namun, beberapa minggu kemudian, rutenya diubah ke jalur selatan, melewati Purwokerto dan Yogyakarta hingga saat ini. Kereta ini menggunakan gerbong Waggonbau Görlitz (Jerman), dengan stamformasi 1 lokomotif, 2 gerbong SAGW (kelas 1), 2 gerbong SBGW (kelas 2), 1 gerbong FW  (kereta makan), serta 1 gerbong DPW (pembangkit) dan bagasi.





Gerbong makan dan tidur KA Bima tahun 1970-an



KA Eksekutif

Era 1970 - 1980an adalah masa jaya Kereta Api Bima sebagai kereta tidur sebelum akhirnya gerbong SAGW dihapus. PJKA membeli 2 gerbong eksekutif buatan Arad, Rumania, dengan nomor K1-847xx, untuk mengganti gerbong tidur SAGW dan gerbong Arad ini dirangkai dengan gerbong SBGW. Gerbong K1-847xx ini diyakini sebagai kereta terburuk yang membuat kualitas pelayanan KA Bima merosot. KA Bima tetap menggunakan stamformasi K1-SBGW pada 1980an hingga SBGW berhenti beroperasi pada tahun 1990an. Gerbong SBGW diganti menjadi kuset (couchette), dan menjadi gerbong kereta eksekutif biasa pada akhirnya. Pada tanggal 31 Juli 1995, diluncurkan kereta api kelas Argo, yakni Argo Gede (JB-250) dan Argo Bromo (JS-950). Kereta kelas Argo ini menggeser KA Bima sebagai kereta api papan atas, karena kereta Argo memiliki waktu tempuh yang lebih cepat via jalur utara (Argo Bromo, 9 jam - Bima, 13 jam). 

24 September 1997, KA Argo Bromo Anggrek dliuncurkan. KA Argo Bromo Anggrek menggunakan rangkaian gerbong buatan INKA tahun 1997 (P/K1/M1 0 97 xx). Maka itu, gerbong Argo Bromo JS-950 ini  akhirnya dihibahkan kepada KA Bima, terkadang gerbong eks Argo Bromo JS-950 ini dipakai untuk perjalanan lewat jalur utara apabila KA Anggrek mengalami masalah, juga karena jumlah KA Anggrek terbatas. Gerbong eks Argo Bromo JS-950 ini akhirnya dihapus ketika munculnya KA Anggrek Tambahan (P/K1/M1/ 0 01  xx) dan digunakan untuk KA Bima hingga sekarang.

KA Bima Saat Ini
 
Saat ini, KA Bima telah memperpanjang rutenya hingga Malang. Dan pada tahun 2016, KA Bima menggunakan rangkaian eksekutif terbaru dengan Bogie K10 buatan INKA, yang serupa dengan KA Argo Lawu dan KA Argo Dwipangga. Gerbong dengan Bogie K10 ini merupakan gabungan desain dari bogie K5 dan K8. Gerbong K10 ini dilengkapi dengan TV di tengah (bukan TV lipat seperti KA Argo Bromo Anggrek), fasilitas WiFi (namun belum sepenuhnya), dan bentuk kaca sama seperti KA Argo Bromo Anggrek namun desain gerbong sama seperti KA Eksekutif biasa.

Selamat Ulang Tahun ke-50, Kereta Api Bima. Tingkatkan kualitas pelayanan demi memajukan perkeretaapian nasional.












Saturday, November 5, 2016






LOKOMOTIF UAP MALLET DI INDONESIA




Hello, Guys !

Kali ini gue akan menjelaskan tentang lokomotif uap yang pernah beroperasi di Indonesia, yakni lokomotif uap bertipe Mallet. Lokomotif ini dirancang oleh seorang insinyur Swiss yang bernama Anatole Mallet (1837 - 1919). Di Indonesia, lokomotif uap tipe Mallet terbagi menjadi 6 generasi, yaitu :

Lokomotif BB10




Lokomotif BB10 adalah lokomotif uap tipe Mallet generasi pertama yang beroperasi di Indonesia. Lokomotif ini dibeli pada tahun 1899 sampai tahun 1908 dan dioperasikan oleh Staats Spoorwegen (SS). Lokomotif ini dibeli sebanyak 16 unit dari pabrik yang berbeda. 12 unit BB10 dibeli dari pabrik Hartmann (Jerman), dan 4 unit BB10 dibeli dari pabrik Schwartzkopff (Jerman). Lokomotif ini bergandar 0-4-4-2T, artinya tidak memiliki roda idle di depan, memiliki 2 roda penggerak di depan, 2 roda penggerak di belakang, 1 roda idle di belakang. Kode T berarti memiliki tangki. Memiliki panjang 10.560 mm, daya mesin 465 hp (horse power), dan berat 44,1 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan 50km/jam. Lokomotif ini menggunakan bahan bakar residu.

Pada awal pengoperasiannya, lokomotif ini melayani kereta api yang mengangkut hasil bumi, perkebunan serta penumpang pada lintas Bogor - Bandung. Lokomotif ini juga beroperasi di wilayah Rangkasbitung dan Banjar. Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, lokomotif ini melayani jalur Saketi - Bayah (80 km). Jalur ini di bangun pada tahun 1942 - 1945 untuk mengangkut batu bara dari tambang batu bara Cikotok (Banten).

Dari 16 unit Lokomotif Uap BB10, kini hanya tersisa 1 buah, yakni Lokomotif BB10-12. Lokomotif BB10-12 dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah.


Lokomotif CC10



Lokomotif CC10 adalah lokomotif uap tipe Mallet generasi kedua yang beroperasi di Indonesia. Lokomotif ini dirancang dan dibuat oleh beberapa pabrik yang berbeda yakni Hartmann (Jerman), Schwartzkopff, dan Werkspoor (Belanda). Lokomotif ini dibeli oleh Staats Spoorwegen (SS) pada tahun 1904 hingga 1912. Lokomotif ini bergandar 2-6-6-0, artinya memiliki 2 roda idle di depan, 3 roda penggerak di depan, 3 roda penggerak di belakang, dan tidak memiliki roda idle di belakang. Lokomotif ini memiliki tangki air pada sisi kanan dan kiri ketelnya. Lokomotif ini melaju hingga kecepatan maksimum 40-50 km/jam. Lokomotif ini mendapat nomor seri SS 520, dan di masa kemerdekaan menjadi CC10.


Lokomotif DD50, DD51 dan DD52

Lokomotif DD50


Lokomotif DD51


Lokomotif DD52


Lokomotif DD50, DD51, dan DD52 adalah lokomotif uap bertipe mallet generasi ketiga, keempat dan kelima yang pernah beroperasi di Indonesia. Meskipun Lokomotif CC10 sudah dapat memenuhi angkutan barang yang melalui jalur pegunungan di Jawa Barat, Staats Spoorwegen (SS) masih membutuhkan lokomotif dengan daya yang lebih kuat dari lokomotif yang sudah ada dan mampu berbelok secara mulus pada tikungan tajam pada jalur pegunungan di Jawa Barat. Maka pada tahun 1916, SS membeli 8 unit DD50 dari ALCO (American Locomotive Co.), Amerika Serikat. Selanjutnya, pada tahun 1919 SS membeli lagi lokomotif DD51 sebanyak 12 unit dari ALCO dengan konstruksi yang sama seperti Lokomotif DD50, namun dengan design teknis yang lebih baik. Tahun 1923 SS membeli lagi lokomotif uap DD52 dengan konstruksi yang sama seperti Lokomotif DD50/DD51, namun lokomotif ini dibeli dari beberapa perusahaan di Eropa, yaitu : Hartmann (Jerman), Hanomag (Jerman), dan Werkspoor (Belanda).

Lokomotif DD50 memiliki berat 133 ton dan panjang 20737 mm. Kecepatan lokomotif ini maksimal 40km/jam. Lokomotif DD51 memiliki berat 137 ton dan panjang 20737 mm. Lokomotif ini melaju hingga kecepatan maksimal 40 km/jam. Lokomotif DD52 memiliki berat 136 ton dan panjang 20792 mm. Memiliki daya 1850 hp (horse power), lokomotif ini melaju hingga kecepatan maksimal 50 km/jam. Semua lokomotif ini bergandar 2-8-8-0, artinya memiliki 1 roda idle di depan, 4 roda penggerak pada bagian depan, 4 roda pengerak pada bagian belakang dan tidak memiliki roda idle di belakang.

Saat ini seluruh lokomotif DD50, DD51 dan DD52 sudah tidak dapat terlihat lagi keberadaanya karena semuanya sudah punah dibesituakan (dirucat)


Lokomotif CC50



Lokomotif CC50 merupakan lokomotif uap bertipe mallet generasi keenam yang beroperasi di Indonesia. Lokomotif ini didatangkan sebanyak 30 unit dari beberapa pabrik di Eropa, yakni : Werkspoor (Belanda), dan Schweizerische Lokomoitv und Maschinenfabrik Winterthur/SLM (Swiss) pada tahun 1927 - 1928. Lokomotif ini memiliki tekanan silinder uap tekanan tinggi dan silinder uap tekanan rendah yang terpisah, dan lokomotif ini bergandar 2-6-6-0, yakni memiliki 1 roda idle pada bagian depan, 3 roda penggerak pada bagian depan, 3 roda penggerak pada bagian belakang dan tidak memiliki roda idle di belakang. Lokomotif ini memiliki berat 73.6 ton dan panjang 19902 mm. Memiliki daya 1190 hp (horse power), lokomotif ini melaju hingga kecepatan maksimal 55 km/jam.

Lokomotif ini beroperasi pada jalur yang menanjak dan berbukit-bukit. Lokomotif ini teruji mampu menaklukkan kesulitan yang tidak dimiliki lokomotif lain. Maka dengan segala kelebihan Lokomotif CC50, dipoerasikanlah lokomotif ini di Purwakarta, Cibatu, Purwokerto, Madiun dan Cibatu merupakan pangkalan utama Lokomotif Mallet. Pada awal pengoperasiannya lokomotif ini melayani lintas Purwakarta - Bandung - Banjar dan Purwokerto - Prupuk. Lokomotif CC50 melayani KA Eendaagsche Expres dan KA Nacht Express pada lintas Purwokerto - Prupuk. Kedua kereta ini melayani koridor Surabaya - Yogyakarta - Purwokerto - Jakarta dalam waktu 11 jam 27 menit. Lokomotif ini juga melayani rute Cibatu - Garut - Cikajang.

Namun lokomotif ini tidak bisa menghindar tuntutan zaman. Kebijakan rasionalisasi lokomotif uap ke lokomotif diesel, harus membuat CC50 mengakhiri pengoperasiannya pada tahun 1982 - 1983. Dari 30 unit Lokomotif CC50, tersisa 3 unit : CC5001, dipajang di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. CC5022, dikembalikan ke Belanda dan disimpan di Utrecht (Belanda). CC5029, dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. CC5030 hanya tinggal potongan kepalanya saja di Dipo Lokomotif Cibatu